Sabtu, 14 Maret 2015

Teh hangat lampau.

Malam hari ketika teh hangat ini sudah tidak lagi hangat,


Tidak semua orang dengan senangnya mengenang kenangan dengan begitu tenangnya, ada yang sampai ingin terus berada dan hidup di dalamnya, mungkinkah aku hidup dalam bayang atau mimpi ?

Malam tadi memang aku sengaja, menyisipkan waktu di balik doa untuk mengenang apa yang sudah ku lewati selama ini, dan itu tertuju padamu, laras. apa yang sedang kau lakukan disana ? masihkah kau menghitung banyaknya bintang ketika kau menuju tidurmu ?

Aku mengenal sosok laras sebagai satu fase di atas sahabat, karena kami mempunyai kesukaan dan hobi yang sama tentang bacaan kami, sehingga pada suatu waktu kami pernah menikmati teh hangat bersama lalu membicarakan soal kenapa teh ini terbuat dari daun yang sudah di peras habis lalu menjadi senikmat ini, apakah kita juga perlu di peras habis sehingga bisa di nikamti begitu nyata ?

hahaha ada ada saja kamu ben, menurutku semua ini bergantung bagaimana peracik teh ini membuatnya, bundaku kan memang pembuat teh yang handal.

jawabanya serta tawanya yang membuatku lebih betah berada di rumahnya sore ini, senja ini hampir sempurna dengan perbincangan yang di selingi oleh tawanya, entah kenapa aku sangat memperhatikan saat dia tertawa lalu tersenyum. sore itu ada yang lain selepas tawanya seperti tidak lepas, ada yang mengganjal, biasanya dia akan cerita sebelum aku bertanya, bahkan menceritakan apapun yang sedang ia fikirkan, terkesan bawel tetapi senyum itu membuatku menjadi penikmat serta pendengar yang baik baginya.

ada yang pengen kamu ceritain ras ?. dia hanya menggeleng dengan tatapan kosong, dan akupun menyimpulkan bahwa ini masalah yang belum ia mau ceritakan kepadaku, maka gegaslah aku pamit untuk pulang karena tidak ingin mengganggunya.


setibanya di rumah aku memang sengaja tidak ingin memberinya kabar sebelum dia mau menceritakanya kepadaku dan aku memutuskan untuk istirahat lebih awal karena esok aku harus berangkat lebih awal karena harus membereskan meja di kantor baruku.


Ben, tidak usah mencariku. semoga aku bisa memendam keluh kisahku selanjutnya, karena memang tidak ada yang bisa mendengar sebaik kamu, doakan aku ya.

Pesan singkat dari laras jam 2 pagi itu masih terasa sampai sekarang aku membacanya, aku fikir ia bercanda karena tidak bareng lagi denganku menuju toko buku kesukaanya, lantas akupun mendatangi rumahnya dan memutuskan untuk membatalkan membereskan mejaku.

keluarga mba laras pindah ke singapore mas, ooh ini mas ben ya ? mba laras nitip satu titian buat mas.

begitu kata tetangganya yang membuatku seolah kehilangan nafsu sarapan pagi ini, laras meninggalkan sebuah box berisi racikan teh dari ibunya dan di dalam box tersebut berisi tulisan serta novel.


ini teh sengaja aku minta buat banyak sama bunda, semoga kamu suka ya ben, dan itu novel yang belum kita bahas aku melihat kamu sangat suka yang ini. sampai bertemu ben. terimakasih.

once upon a love novel yang belum tuntas kami bahas menemani hari hariku tanpanya, terasa sunyi memang laras menonaktifkan nomernya, yasudahlah dia juga berpesan tidak mau di cari.

malam ini aku memutuskan membuat tehku sendiri, yang tidak kusadari teh ini tidak lagi sehangat waktu kita berbincang dahulu sembari tertawa.

kau memang benar ras, ibumu meracik anak yang lebih dari sekedarku nikmati, bahkanku kenang. tetapi setiap orang bebas membuat tehnya sendirikan ? begitu juga memilih takdirnya tanpa perlu di peras habis untuk kamu nikmati sendiri.

Ree

Tidak ada komentar:

Posting Komentar